Assalamu'alaikum wr wb,sahabat jalan ke surga,kali ini aku akan membahas tentang topik yang berbeda,kalau biasanya aku membahas tentang beberapa keutamaan dalam islam,kali ini aku akan membahas tentang zina mata...selamat membaca...!
Mata yang merupakan anugerah Allah
Azza Wa Jalla, bisa mendatangkan kemuliaan, tetapi juga bisa mendatangkan
laknat yang membinasakan. Mata yang selalu melihat fenomena kehidupan alam dan
seisinya, dan kemudian menimbulkan rasa syukur kepada sang Pencipta,
selanjutnya akan mendatangkan kemuliaan dan kebahagiaan di sisi-Nya.
Sebaliknya, mata yang merupakan anugerah yang paling berharga itu, bisa
mendatangkan laknat yang membinasakan bagi manusia, bila ia menggunakan matanya
untuk berbuat khianat terhadap Rabbnya.
Di dalam Islam ada jenis maksiat
yang disebut dengan ‘zina mata’ (lahadhat). Lahadhat itu, pandangan kepada
hal-hal, yang menuju kemaksiatan. Lahadhat bukan hanya sekadar memandang,
tetapi diikuti dengan pandangan selanjutnya. Pandangan mata adalah sumber
itijah (orientasi) kemuliaan, juga sekaligus duta nafsu syahwat. Seseorang yang
menjaga pandangan berarti ia menjaga kemaluan. Barangsiapa yang mengumbar
pandangannya, maka manusia itu akan masuk kepada hal-hal yang membinasakannya.
Rasulullah Shallahu Alaihi Wa
Sallam, pernah menasihati Ali :
“Jangan kamu ikuti pandangan
pertamamu dengan pandangan kedua dan selanjutnya. Milik kamu adalah pandangan
yang pertama, tapi yang kedua bukan”.
Dalam musnad Ahmad, disebutkan,
Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam, bersabda :
“Pandangan adalah panah beracun
dari panah-pandah Iblis. Barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari
keelokkan wanita yang cantik karena Allah, maka Allah akan mewariskan dalam
hatinya manisnya iman sampai hari kiamat”.
Sarah hadist itu, tak lain, seperti
di jelaskan oleh Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam:
“Tundukkan pandangan kalian dan
jagalah kemaluan kalian”. Juga Sabda Beliau : “Jauhilah oleh kalian
duduk di pinggir jalan”. Para Shahabat berkata : “Pinggir jalan itu
adalah tempat duduk kami, kami tidak bisa meninggalkan”. Beliau bersabda :
“Jika kalian harus duduk di jalan, maka berikanlah haknya”. Mereka
berkata : “Menundukkan pandangan, dan menahan diri untuk tak menganggu, baik
dengan perkataan atau perbuatan, dan menjawab salam”.
Melihat adalah sumber dari segala
bencana yang menimpa diri manusia. Melihat melahirkan lamunan atau khayalan,
dan khayalan melahirkan pemikiran, pikiran melahirkan syahwat, dan syahwat
melahirkan kemauan, kemauan itu lantas menguat, kemudian menjadi tekat kuat dan
terjadi apa yang selagi tidak ada yang menghalanginya. Dalam hal ini ada hikmah
yang mengatakan :
“Menahan pandangan lebih ringan
dari pada bersabar atas kesakitan (siksa) setelah itu”.
Seorang penyair Arab bertutur,
"Semua bencana itu bersumber
dari pandangan,
Seperti api besar itu bersumber dari percikan bunga api,
Betapa banyak pandangan yang menancap dalam hati seseorang,
Seperti panah yang terlepas dari busurnya,
Berasal dari sumber matalah semua marabahaya,
Mudah beban melakukannya, dilihat pun tak berbahaya,
Tapi, jangan ucapkan selamat datang kepada kesenangan sesaat yang kembali dengan membawa bencana".
Seperti api besar itu bersumber dari percikan bunga api,
Betapa banyak pandangan yang menancap dalam hati seseorang,
Seperti panah yang terlepas dari busurnya,
Berasal dari sumber matalah semua marabahaya,
Mudah beban melakukannya, dilihat pun tak berbahaya,
Tapi, jangan ucapkan selamat datang kepada kesenangan sesaat yang kembali dengan membawa bencana".
Bahaya memandang yang haram adalah
timbulnya penderitaan dalam diri seseorang. Karena tak mampu menahan gejolak
jiwanya yang diterpa nafsu. Akibat selanjutnya adalah seorang hamba akan
melihat sesuatu yang tidak akan tahan dilihatnya. Ini adalah sesuatu yang
menyiksa, yang paling pedih, jangankan melihat semuanya, melihat sebagian saja
tak akan mampu menahan gejolak jiwanya.
Seorang penyair berkata,
"Kapan saja engkau melemparkan
pandanganmu dari hatimu,
Suatu hari engkau akan merasakan penderitaan, karena melihat akibat-akibatnya,
Kamu akan melihat siksa yang kamu tidak mampu melihat keseluruhannya,
Dan kamu tiak akan bersabar melihat sebagiannya saja".
Suatu hari engkau akan merasakan penderitaan, karena melihat akibat-akibatnya,
Kamu akan melihat siksa yang kamu tidak mampu melihat keseluruhannya,
Dan kamu tiak akan bersabar melihat sebagiannya saja".
Penyair lainnya berkata,
"Wahai manusia yang melihat
yang haram, tidakkah pandangannya dilepaskan,
Sehingga ia jatuh mati menjadi korban".
Sehingga ia jatuh mati menjadi korban".
Pandangan seseorang adalah panah
yang berbisa. Namun, yang sangat mengherankan, belum sampai panah itu mengenai
apa yang ia lihat, panah itu telah mengenai hati orang yang melihat.
Seorang penyair berkata,
"Wahai orang yang
melemparkan panah pandangan dengan serius, kamu sudah terbunuh, karena yang kau
panah, padahal panahmu tidak mengenai sasarannya".
Tentu, yang lebih mengherankan lagi,
bahwa dengan sekali pandangan, hati akan terluka dan akan menimbulkan luka demi
luka lagi dalam hati. Sakit itu tidak akan hilang selamanya, dan ada keinginan
mengulang kembali pandangannya. Ini pesan yang disampaikan dalam bait-bait
syair ini,
"Terus menerus kamu melihat
dan melihat,
Setiap yang cantik-cantik,
Kamu mengira bahwa itu adalah obat bagi lukamu,
Padahal sebenarnya itu melukai luka yang sudah ada".
Setiap yang cantik-cantik,
Kamu mengira bahwa itu adalah obat bagi lukamu,
Padahal sebenarnya itu melukai luka yang sudah ada".
Sebuah hikmah yang mengatakan,
“Sesungguhnya menahan pandangan-pandangan kepada yang haram lebih ringan
daripada menahan penderitaan yang akan ditimbulkan terus menerus”.
Jagalah matamu, dan jangan engkau
kotori setitik debu dosa, yang akan mengantarkan dirimu kepada kebinasaan,
karena pengkhianatan kepada Allah Azza Wa Jalla. Matamu adalah anugerah agar
mengenal-Nya, dan kemudian beribadah kepada-Nya, menggapai ridho-Nya. Jangan
dengan matamu itu, engkau campakkan dirimu ke dalam nafsu durhaka, yang
membinasakan.
Betapa banyak manusia yang mulia,
berakhir dengan nestapa dan hina, karena tidak dapat mengedalikan matanya.
Matanya tidak dapat lagi menyebabkan seseorang menjadi bersyukur atas anugerah
nikmat, yang tak terbatas, yang tak terhingga, bagaikan sinar matahari, yang
selalu menerangi alam kehidupannya.
Tetapi, karena matanya yang sudah
penuh dengan hamparan nafsu itu, hidup menjadi penuh dengan gulita,yang
mengarahkan seluruh kehidupannya hanya diisi dengan segala pengkhianatan
terhadap Rabbnya. Wallahu’alam.
Bagus mbak, tulisannya besarin dikit ya, tengkyu.
BalasHapus